Kekeliruan Berpikir Tentang Otonomi PT Dan PTN BH

SEPULUH KEKELIRUAN BERPIKIR TENTANG OTONOMI PERGURUAN TINGGI DAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM

Otonomi Perguruan Tinggi dan status badan hukum perguruan tinggi negeri menyebabkan uang kuliah mahal dan terbatasnya akses bagi calon mahasiswa tidak mampu untuk masuk perguruan tinggi negeri badan hukum (PTN badan hukum).


* Tidak mahal, karena pada prinsipnya UU Dikti menerapkan uang kuliah secara berkeadilan. Besaran satuan biaya pendidikan per mahasiswa ditetapkan oleh Pemerintah (antara lain: melalui uang kuliah tunggal), dan kepada masyarakat hanya boleh dibebankan maksimal 30%. Kekurangannya disediakan oleh Pemerintah karena dijamin oleh Pasal 89 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti).

* Tidak membatasi akses, karena hak untuk masuk PTN badan hukum bagi calon mahasiswa tidak mampu dijamin oleh Pasal 74 UU Dikti, yaitu 20% dari jumlah mahasiswa baru PTN badan hukum, dan mereka dapat menerima bantuan biaya pendidikan dari Pemerintah, pemerintah daerah, PTN badan hukum, dan/atau masyarakat.

Otonomi Perguruan Tinggi sama dengan Privatisasi.
Tidak benar, karena privatisasi berarti mengalihkan pengelolaan kegiatan industri dan perdagangan dari sektor publik (public sector) ke sektor swasta (private sector), dan mengurangi keterlibatan pemerintah dalam kegiatan industri dan perdagangan. 

Cara yang digunakan melalui (a) dikontrakkan (contracting out), (b) dijual (selling out), (c) deregulasi (deregulation). Sedangkan mewujudkan otonomi perguruan tinggi melalui pemberian status PTN sebagai badan hukum TIDAK (a) mengontrakkan PTN ke swasta, (b) tidak menjual PTN ke swasta, dan (c) tidak ada deregulasi bahwa semula swasta tidak boleh mendirikan perguruan tinggi kemudian menjadi boleh.

Dalam PTN badan hukum tanggungjawab Pemerintah menjadi hilang.
Tidak benar, karena PTN badan hukum menjalankan fungsi kegiatan publik, bersifat nirlaba, dan didanai oleh Pemerintah melalui kewajiban Pemerintah memberikan subsidi (Pasal 89 ayat (2) UU Dikti). Pemerintah justru wajib menjamin otonomi perguruan tinggi dengan cara mendanai sehingga PTN badan hukum bebas dari kontaminasi kekuatan ekonomi dan kekuatan politik, tetapi sekali-kali tidak mengintervensi PTN badan hukum.

Otonomi Perguruan Tinggi tidak ada hubungannya dengan kebebasan akademik.
Tidak benar. Otonomi perguruan tinggi bersifat kodrati, dan merupakan hak asasi bagi perguruan tinggi. Perguruan tinggi adalah institusi sendi dalam masyarakat, sehingga bersifat khusus, berbeda dengan lembaga politik atau bisnis, karena tugasnya adalah memproduksi ilmu pengetahuan, menguji ilmu pengetahuan melalui pendidikan dan penelitian.

Tujuan utama perguruan tinggi adalah membentuk manusia susila dan demokratis. Oleh karena itu titik berat pendidikan adalah pembentukan karakter, watak, dan pangkal segala pendidikan karakter ialah cinta akan kebenaran (Bung Hatta, 1957). Perguruan tinggi harus terbebas dari kepentingan politik, kekuasaan dan uang. Perguruan Tinggi harus menghasilkan pengetahuan berdasarkan kebenaran bukan pembenaran. 

Oleh karena itu ilmuwan memerlukan kebebasan akademik dalam perguruan tinggi yang otonom. Kebebasan akademik ini dipertanggungjawabkan kepada Tuhan, tanah air, ilmu, profesi dan masyarakat luas.

Kebebasan akademik tidak ada hubungannya status PTN badan hukum.
Tidak benar. Realisasi dari otonomi perguruan tinggi hanya bisa diwujudkan apabila perguruan tinggi diberi status badan hukum. Filsafat dan realitas ini sudah digagas oleh para pendiri bangsa Indonesia yang bercita-cita agar Indonesia bisa menjadi pusat peradaban dan ilmu pengetahuan. 

Tanpa status sebagai badan hukum, perguruan tinggi tidak memiliki kebebasan akademik sehingga tidak bisa mencapai puncak-puncak prestasi bagi kemajuan bangsa, mengatasi berbagai persoalan bangsa, dan tidak bisa bersaing dengan bangsa lain.


“Sifat dan fungsi perguruan tinggi di dalam negara dan masyarakat memang tidak memperkenankan suatu bentuk organisasi yang menempatkan Universitet hanya sebagai suatu jawatan belaka di bawah administrasi Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Susunan demikian hanya dengan sendirinya akan menyerahkan Universitet kepada formalisme birokrasi dari suatu Kementerian, akan membinasakan semangat akademik dan menghalang perkembangan kehidupan Universitet.(Prof.Dr.Mr.R.Soepomo, Presiden kedua, Universiteit Indonesia, 1951-1954).


Dalam perguruan tinggi otonom, urusan akademik dan non-akademik tidak ada hubungannya.
Tidak benar. Otonomi perguruan tinggi membutuhkan kesempurnaan dalam bidang akademik, maupun non-akademik melalui tata kelola perguruan tinggi yang baik (good university governance). Dalam perguruan Tinggi yang otonom, kebebasan akademik mensyarakatkan keberadaan tata kelola perguruan tinggi yang otonom, dan memiliki transparansi dan akuntabilitas. 

Setiap sen uang yang dikelola harus dapat dipertanggungjawabkan relevansinya dengan urusan akademik. Pertanggungjawaban kepada publik dilakukan melalui Majelis Wali Amanat yang merupakan organ representasi stakeholder.

Pada PTN badan hukum, pimpinan bebas melakukan komersialisasi perguruan tinggi.
Tidak benar. Berdasarkan Pasal 88 ayat (1) dan ayat (3) UU Dikti Pemerintah menetapkan standar satuan biaya operasional pendidikan tinggi secara periodik dengan mempertimbangkan (a) capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi, (b) jenis Program Studi; dan (c) indeks kemahalan wilayah. Kemudian, Standar satuan biaya operasional tersebut digunakan sebagai dasar oleh PTN badan hukum untuk menetapkan biaya yang ditanggung oleh Mahasiswa. Jadi, mana mungkin pimpinan PTN badan hukum melakukan komersialisasi.

Pada PTN badan hukum tidak boleh ada Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Tidak benar. Pada perguruan tinggi swasta (PTS) saja Pemerintah dapat mempekerjakan PNS dengan status sebagai PNS-Dpk, apalagi pada PTN badan hukum. Menurut Pasal 69 ayat (2) UU Dikti, dosen dan tenaga kependidikan diangkat dan ditempatkan di perguruan tinggi (termasuk PTN badan hukum) oleh Pemerintah (yaitu berstatus PNS).

Otonomi perguruan tinggi sama dengan Neo-liberalisme.
Tidak benar. Definisi neo-liberalisme adalah serangkaian pemahaman filsafat politik yang menyakini bahwa peran negara hanya terbatas untuk melindungi individu dalam hal komersialisasi, kebebasan dan hak-hak kepemilikan. Peran negara harus seminimal mungkin atau tidak adanya intervensi sama sekali dan mengutamakan pasar bebas. (Friedman 2006, Nozick 1974, Hayek 1979). 

Otonomi perguruan tinggi yang diwujudkan melalui pemberian status PTN sebagai badan hukum TIDAK menempatkan PTN badan hukum dalam kapitalisme pasar bebas. Menurut UU Dikti Pemerintah tetap memiliki kendali terhadap PTN badan hukum dengan cara (a) menetapkan standar satuan biaya operasional pendidikan tinggi secara periodik, (b) Standar satuan biaya operasional yang ditetapkan Pemerintah digunakan sebagai dasar oleh PTN badan hukum untuk menetapkan biaya yang ditanggung oleh Mahasiswa, (c) Pemerintah menetapkan besarnya uang kuliah dan wajib memberikan subsidi atas kekurangan biaya operasional PTN badan hukum.

Otonomi perguruan tinggi tidak berhubungan dengan keunggulan akademik.
Tidak Benar. Otonomi perguruan tinggi merupakan prasyarat agar eksistensi kebebasan akademik terjamin. Kebebasan akademik menjamin inovasi, kreativitas dan kebebasan berfikir, sehingga hanya melalui kebebasan akademik dapat dicapai keunggulan akademik. 

200 PT di seluruh dunia, dari Negara sosialis, kapitalis, semi-sosialis maupun semi-kapitalis, yang masuk World University Rankings 2012-2013, semuanya adalah perguruan tinggi otonom. Bukti empiris tersebut jelas sekali menunjukkan keunggulan akademik hanya terjadi apabila perguruan tinggi memiliki otonomi.


Sumber: Website Joko Luknanto

Comments

Popular posts from this blog

Ancaman dan Keamanan pada Sistem Operasi