Kebijakan Cukai Rokok Bunuh Industri Rokok

DPR minta Pemerintah meninjau ulang, Anggota Komisi IX DPR, Poempida Hidayatulloh meminta Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan untuk meninjau ulang peraturan menteri keuangan (PMK) yang mengatur cukai rokok pada industri nasional tembakau.

“Seharusnya aspek ekonomi-sosial harus dijadikan pertimbangan dasar oleh pemerintah dalam membuat sebuah regulasi,” ujar Poempida di Gedung DPR, Rabu (28/08/2013).

Anggota Komisi IX DPR, Poempida Hidayatulloh meminta pemerintah meninjau ulang kebijakan cukai rokok nasional.
Menurut Politisi Partai Golkar ini, di dalam Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) tahun anggaran 2014 disebutkan, salah satu sumber pendapatan cukai pada APBN 2013 berasal dari produksi hasil cukai tembakau, serta adanya kebijakan penetapan golongan dan tarif cukai hasil tembakau terhadap pengusaha pabrik hasil tembakau sebagaimana diatur dalam PMK nomor 78/PMK.011/2013.

Dia mengatakan, tujuan utamanya menaikkan cukai tembakau yang mengarah kepada single tarif antara perusahaan kecil dengan perusahaan besar pada tingkat tarif tertinggi. Dijelaskan Poempida, rokok kretek secara signifikan termasuk 25 kontributor terbesar untuk 50 persen inflasi yang terjadi di Indonesia.

“Rokok kretek filter menduduki peringkat ke-5 setelah beras sebesar 7,98 persen, bahan bakar rumah sebesar 4,26 persen, emas sebesar 3,76 persen, dan nasi sebesar 3,13 persen,” ungkapnya.

Lebih lanjut ditambahkannya, rokok kretek filter memberikan kontribusi sebesar 3,08 persen terhadap laju inflasi. Sedangkan rokok kretek gulung berada di peringkat 16 sebesar 1,44 persen dan rokok putih berada di peringkat 34 sebesar 0 persen. “Hal ini diakibatkan adanya peningkatan bea cukai rokok,” katanya.

Poempida mengungkapkan, saat ini industri nasional kretek menyerap tenaga kerja yang sangat besar. Kontribusi untuk APBN pun sangat besar, sampai puluhan triliun. Menurutnya, ada puluhan juta orang yang bergantung pada industri rokok. Mulai dari pengusaha besar, menengah dan kecil, petani, pengecer bahkan konsumen.

Dari sektor tenaga kerja, secara keseluruhan industri tembakau menyerap sekitar 4.154 juta tenaga kerja, dimana 93,77% diserap kegiatan usaha tani termasuk pasca-panen. Sedangkan tenaga kerja di sektor pengolahan rokok hanya menyerap sekitar 6,23%.

Lebih rincinya 1,25 juta orang telah menggantungkan hidupnya bekerja di ladang cengkeh dan tembakau, 10 juta orang terlibat langsung dalam industri rokok, dan 24,4 juta orang terlibat secara tidak langsung dalam industri rokok. “Kalau industri nasional kretek ini dimatikan, entah apa dampaknya,” tegasnya.

Menurut Poempida, dampak diterapkannya PMK 78/2013 ini adalah menciptakan harga cukai yang tinggi. Hal itu memang sengaja diciptakan pemerintah dalam konteks korelasi target income pendapatan pemerintah untuk APBN. Padahal, harga cukai yang tinggi kalau dilihat dampak untuk kesehatan secara statistik tidak mengurangi jumlah kebiasaan orang merokok dan tidak mempengaruhi juga guna menguranginya.

“Cukai rokok tinggi pun tidak akan berdampak dalam konteks inflasi, karena rokok bukan variabel yang sensitif dalam ekonomi pasar,” ungkap Poempida.

Jika dalam pembuatan kebijakan terjadi overheating dalam suatu sektor, ungkap Poempida, maka kebijakan tersebut dapat menjadi boomerang, karena itu harus ditinjau ulang. Padahal, selama ini industri nasional kretek mampu menciptakan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Karena itu, industri ini harus dilindungi. Dalam konteks ini, semata-mata mengamankan amanat visi misi Presiden SBY.

Jadi, presiden SBY punya janji pertumbuhan ekonomi berkualitas dan industri rokok itu merupakan bagian kontributor daripada industri yang mempunyai kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yg berkualitas tinggi. “Sehingga, kalau memang presiden memiliki visi misi itu, pilihannya adalah bahwa industri nasional kretek harus diproteksi dengan alasan mempunyai kontribusi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas,” paparnya.


Sumber : Lensa Indonesia

Comments

Popular posts from this blog

Ancaman dan Keamanan pada Sistem Operasi