Para “WTS” Mengatasi Problemnya

Banyak suami meninggalkan istrinya setelah payudaranya dipotong akibat kanker.

Di puncak emosinya, Sumi memasukkan tangan ke dalam dadanya, meraih gumpalan di sana, mengeluarkannya, lalu membantingnya keras-keras ke lantai. Benda itu adalah spons berbentuk payudara. “Karena aku wanita tetek satu Mas Broto, lalu kau bilang aku WTS (Wanita Tetek Satu-red)? Teganya kau Mas, teganya!” Sumi berteriak.

Indra Tuti Yati (47) tampil memikat saat memperagakan Sumi dalam monolog “Sumi WTS”.
Broto, suami Sumi, memang sudah berubah. Sejak dua tahun terakhir Broto jarang di rumah. Tiba-tiba dia punya kebiasaan baru, “memancing”. “Umpan” yang dipakai adalah makanan di lemari dapur seperti kornet dan sarden, yang diberikan kepada pujaan hati baru. Setiap kali “memancing” pakai baju lengan panjang. Rambutnya model jabrik, pakai gel dan minyak wangi.

Ini dia lakukan hampir setiap Sabtu dan Minggu malam. “Setiap kali kutanya, jawabnya hampir selalu sama, 'Daripada bermalam Minggu di RSS (Rumah Sangat Sederhana-red), ya di tengah laut pisan saja tho, Dik. Aku kan kerja butuh hiburan, mancing itu kan sehat,'” ungkap Sumi dengan nada sinis, menirukan suaminya.

“Ketika suatu waktu aku tidak tahan lagi kubilang, 'Mas Broto bukan mancing ikan tapi mancing konde, ya?! Nyoh nih kondemu!' sambil kulempar rambut palsu kondeku, tiba-tiba Mas Broto berbalik arah dan dengan sewot bilang, 'Bagaimana aku tidak mancing konde kalau di rumah yang kuhadapi WTS?!',” teriak Sumi lagi.

Sumi hanya bisa melongo mendengar kata-kata Broto yang melukai perasaannya. Sumi pun bertanya-tanya apa salahnya? Semua pekerjaan rumah sudah dia kerjakan sebaik mungkin. Menjadi WTS juga bukan kemauan dirinya. Namun, sejak saat itu tak pernah lagi Sumi bertanya pada suaminya.

Padahal sampai tiga tahun lalu Sumi masih bekerja P4 Plus Plus (pagi pergi pulang petang gaji pas-pasan). Malah sewaktu Broto dirawat dua minggu di rumah sakit karena DBD, Sumi ambil cuti dan setiap hari menjenguk ke rumah sakit. Datang terlambat sedikit saja, muka Broto ditekuk karena cemburu.

Sebaliknya ketika Sumi opname lima hari di rumah sakit tiga tahun lalu, Broto hanya antar-jemput dari rumah ke rumah sakit. Bahkan, saat dioperasi hanya mengirimkan dua keponakannya untuk menunggui Sumi. Apa alasannya? “Dik Sumi, aku kan lembur supaya bisa bayar operasi Adik,” kata Sumi menirukan Broto. Padahal, keluarga tersebut punya Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), yang berarti cuma bayar pengobatan 50 persen.

Sumi-Sumi Lain
Meski cerita di atas hanya merupakan bagian dari adegan monolog berjudul “Sumi WTS” yang diperankan Indra Tuti Yati (47), ceritanya jauh dari mengada-ada. Di dunia nyata, ada banyak Sumi-Sumi lain. Tuti sendiri, meski bukan Sumi yang sesungguhnya, pernah dioperasi salah satu payudaranya karena kanker dan diambil kelenjar getah beningnya.

Tuti sebagai pemain monolog, juga sang pengarah laku, Laksmi Notokusumo (65), mengakui ada banyak perempuan yang diabaikan suami mereka setelah menderita breast cancer atau kanker payudara. Laksmi pun termasuk penderita kanker payudara yang pernah dioperasi pada 10 November 2007 sehingga layak disebut sebagai survivor kanker.

“Banyak kejadian di mana suami “lari” setelah payudara istrinya tidak utuh lagi,” kata Laksmi kepada SH usai pertunjukan monolog yang digelar dalam rangka Lomba Monolog Dramakala Fest 2 oleh Indonesian Drama Educators Association (IDEAL) di London School, Jakarta, Jumat (22/2) sore.

Ia mengungkapkan, banyak kejadian ketika ada anggota keluarga sakit, keluarga malah menghindar bukannya bersama-sama mencarikan solusi. Apalagi, di Indonesia banyak pasangan yang merasa malu pergi ke penasihat rumah tangga.

Laksmi sendiri pernah mengadakan pertunjukan teater tentang Kartini, yang kemudian membuatnya tahu problem semacam itu banyak terjadi di kalangan menengah ke bawah lantaran kurangnya pengetahuan. Bahkan, kasus itu tidak hanya menimpa penderita kanker, tapi juga dialami pasien penyakit lain.

Lantas Laksmi bertanya-tanya apakah para suami syok setelah tahu kondisi istrinya usai sakit lalu cari gampang karena budaya paternalistik. Oleh karenanya Laksmi sengaja mengangkat lakon “Sumi WTS” dalam monolog tersebut. “Cobalah lihat hai suami-suami. Apakah kalian harus meninggalkan orang-orang itu?” lanjutnya.

Perempuan jebolan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini menjelaskan dalam adegan tersebut Sumi memilih mengalah karena kenyataan yang terjadi memang begitu. Padahal semestinya para istri jangan diam, melainkan minta pertolongan penasihat rumah tangga, misalnya Komnas Perempuan.

Terapi Penyembuhan
Laksmi sengaja mengajak Indra Tuti Yati dan Taoria Banjarnahor yang menampilkan monolog “Siapa Aku?” sebagai wakil dari Cancer Information and Support Center (CISC), lembaga yang melayani para pasien kanker. Ia merasa yakin seni termasuk teater, musik, dan melukis adalah bagian dari penyembuhan fisik dan psikis karena mengaktifkan seluruh otot-otot tubuh dan menumbuhkan rasa percaya diri.

Apalagi bermain teater adalah memperagakan kegiatan sehari-hari. Ini penting bagi penderita kanker payudara, sebab ketika main teater harus melakukan gerakan mengangkat benda, memindahkan, meletakkan, dan melatih ekspresi wajah.

Berteater untuk penyembuhan juga diakui Indra Tuti Yati. Setelah menjalani operasi payudara beberapa tahun lalu, ia tidak bisa mengendarai sepeda motor karena lengannya terasa sakit. Tuti sempat depresi, tetapi beruntung ia kemudian diajak masuk grup CISC setelah menjalani kemoterapi.

Dalam komunitas itu sesama penderita kanker saling memberi semangat, bersama-sama pergi mengunjungi penderita kanker lainnya, menghadiri seminar kesehatan, dan ikut kegiatan menarik lainnya. “Rasanya hidupku jadi jauh lebih berguna. Kalau tidak berguna untuk 'Mas Broto' ya untuk yang lain, bukan?” ujar Tuti bercanda.

Nyatanya penampilan Tuti dan Taoria Banjarnahor (40) dalam lomba monolog itu memukau semua penonton. Taoria yang terkena tumor payudara, masuk dalam lima besar nominasi terbaik dari 20 peserta monolog.

Mendengar pengumuman tersebut, sang pengarah laku Laksmi Notokusumo hanya berkomentar, “Mudah-mudahan yang lain tertular untuk belajar, meski bukan selalu untuk berteater. Ini bisa berguna untuk penyuluhan dan testimoni.”

Yang dimaksud sebagai testimoni oleh Laksmi adalah kesaksian para survivor kanker. Laksmi dan Tuti yang survivor kanker, dan Taoria yang survivor tumor, adalah para survivor yang menularkan kasih kepada para penderita kanker, bahkan kepada siapa pun yang sehat raganya.

Dalam keadaan sakit, semangat terus menyala karena mereka sadar hidup harus dimaknai dengan rasa syukur.


Sumber : Sinar Harapan

Comments

Popular posts from this blog

Ancaman dan Keamanan pada Sistem Operasi